Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah dua minggu aku tidak masuk sekolah. Hari hariku selama berada di rumah aku habiskan dengan makan dan tidur saja. Pastinya itu bukanlah kegiatan yang menyenangkan.
Sahabatku Danar sesekali mengajakku keluar jalan jalan naik motor kesayangannya, entah hanya sekedar keliling kampung atau berkunjung ke rumah teman temannya.
Sayangnya Danar juga tidak bisa setiap hari menemaniku karena dia cukup sibuk dengan kegiatan sekolahnya.
Status Danar yang ketua Osis di SMA-nya membuat dia mau tidak mau harus memantau semua kegiatan Ekstrakurikuler di sekolahnya. Kegiatan kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada sore hari.
Pernah satu kali Danar mengajakku ke sekolahnya untuk menemani dia latihan Karate. Seru sih, tapi karena aku masih SMP aku merasa sangat risih dengan kakak kakak SMA temannya Danar. Terutama yang cewek. Mereka sangat suka meledek aku yang menurut mereka masih kecil. Padahal mereka tidak sadar kalau umurku paling juga beda Cuma 2 atau 3 tahun di banding mereka.
Badanku juga tidak beda jauh dengan teman teman cowok di SMA-nya Danar. Yang masih berbeda hanyalah pakaian saja. Kalau mereka sudah memakai celana panjang Abu, aku masih pakai celana biru pendek.
Bosan menghadapi ledekan teman temannya Danar, aku beranjak ke sebuah pohon ketapang yang terletak di samping gedung sekolah. Disana aku duduk sambil merenung, memikirkan teman temanku di Asrama.
Dua minggu tidak bertemu mereka, aku ternyata merasa rindu sekali. Aku rindu dengan bangku tempat dudukku di kelas “Kira kira siapa yang mendudukinya selama aku tidak ada” pikirku dalam hati. Aku rindu dengan suasana kelas yang selalu heboh dengan hal hal sepele. Aku rindu dengan banyolan Si Ronnie teman sebangkuku yang selalu update dengan lagu lagu band terbaru “Hmmmm”. Aku juga sangat Rindu dengan Amel kekasihku. “Kira kira sedang apa dia disana?” tanyaku dalam hati.
“Hey, ngapain kamu melamun” tiba tiba seseorang mengagetkan aku. Ternyata dia adalah Nyoman, teman sekelasnya Danar.
“eeh bli, nggak lagi ngelamun koq” jawabku sambil tersenyum tipis
“Bli man sendiri ngapain disitu? Koq ga ikut latihan” tanyaku balik
“kebelet pipis” jawabnya singkat sambil menurunkan celana training yang dia pakai latihan karate.
Walaupun jarak tempatnya berdiri denganku masih sekitar 10 meter, tetapi aku bisa melihat dengan jelas bentuk penisnya yang belum disunat. Ukurannya cukup besar meski tidak ereksi. Entah kenapa aku terus memperhatikannya.
Sadar kalau aku memperhatikan dia yang lagi mengencingi tembok sekolah, Nyoman memutar badannya membelakangiku. Aku malah jadi melihat bongkahan pantatnya yang gempal.
Selesai kencing, Nyoman menghampiriku.
“Ayo, disana saja duduk” katanya sambil menunjuk kearah bangku panjang di dekat tempat mereka sedang latihan karate.
“Ngapain juga kamu duduk sendiri disini, nanti kamu bisa di culik” katanya melanjutkan ucapannya.
“Nggak Bli, saya disini aja. Lagian siapa juga yang mau culik saya” kataku sambil tersenyum cengengesan.
Tiba tiba dia menarik tanganku dan memaksaku untuk bangkit dari tempat dudukku. Aku tak kuasa melepaskan cengkeraman tangannya yang kekar.
Akupun akhirnya mengikutinya. Sambil berjalan kea rah bangku panjang yang berada sekitar 100 meter dari tempat dudukku tadi, Bli Nyoman merangkul pundakku.
Aku sebenarnya merasa kikuk di rangkul oleh Bli Nyoman. Apalagi di jauh lebih tinggi dariku. Aku merasa seperti anak kecil. Sesekali aku menoleh memandanginya, dia adalah seorang pria yang sangat tampan. Kulitnya hitam tetapi sangat manis. Setiap aku memandanginya dia selalu tersenyum padaku sambil mengelus pundakku.