Kisah ini berawal ketika aku baru turun dari Kapal Fery
tujuan Pelabuhan Lembar-Padang Bae. Waktu itu pukul 01.00 AM, untuk pertama
kalinya aku menginjakkan kaki di pulau dewata bali.
Suasana Pelabuhan Padang Bae sangatlah ramai meskipun waktu
sudah menunjukkan pukul 01.00 malam. Puluhan Bus dan truk terlihat antre
menanti pemberangkatan Kapal menuju Pelabuhan Lembar, Mataram.
Diantara sesak kendaraan tersebut, aku berjalan mencari
kendaraan umum yang bisa aku tumpangi ke Kota Denpasar. Tiba tiba seseorang
datang menghampiriku
“ Mau kemana, mas?” tanyanya sambil memegang pundakku.
Sekilas aku perhatikan wajah orang itu terlihat sangar
dengan rambut gondrong dan badan kekar penuh tattoo. “ Ke Denpasar, pak” jawabku
singkat singkat.
“Saya antar ya, naik ojek” katanya menawarkan jasa kepadaku
“Tidak, terima kasih pak. saya sudah ada yang jemput”
jawabku berpura pura. Padahal aku memang butuh sekali kendaraan untuk menuju
Denpasar tetapi melihat penampilan orang tersebut membuatku merasa agak takut.
Sudah menjadi rahasia umum kalau kehidupan pelabuhan sangatlah keras dan orang
orangnya sangat kasar, jadi sangat manusiawi jika aku berusaha berhati hati
terhadap mereka.
Karena merasa sangat risih, aku akhirnya memutuskan menuju
Pos Polisi yang terletak beberapa puluh meter di luar area Pelabuhan. Sesekali
aku menoleh kebelakang, ternyata orang itu sudah tidak lagi mengikutiku.
Akupun berdiri di luar POS Polisi. Disana juga tampak sepi,
tidak ada seorangpun yang terlihat menunggu Pos Polisi tersebut.
01.30Am, tak terasa sudah setengah jam sejak aku keluar dari
kapal fery. Tak satupun angkot terlihat melintas. Aku menjadi sedikit gusar.
Tiba tiba sebuah sepeda motor datang menghampiriku.
“Cari siapa mas?” kata orang tersebut tanpa turun dari
motornya ataupun membuka helmnya. Dari pakaian yang dia gunakan, sepertinya dia
adalah seorang Polisi.
“Maaf pak, saya sedang menunggu angkot tujuan denpasar”
jawabku dengan sopan.
Polisi itupun turun dari motornya dan menghampiriku. “mana
ada angkot jam segini mas” katanya sambil membuka helmnya.
Sekilas kuperhatikan wajahnya, dia masih sangat muda.
Usianya mungkin sekitar 21 tahun. 3 tahun lebih muda dariku. Tetapi badannya
sangatlah kekar dengan perawakan yang cukup tinggi ditambah dengan seragam
polisi ketat yang dia gunakan membuatnya terlihat semakin gagah.
Dia lantas menawarkan aku untuk duduk di bangku panjang yang
ada di depan pos tersebut. “Kalau saya mau ke denpasar, saya harus naik apa ya
pak?” tanyaku dengan nada sedikit khawatir kalau kalau aku tidak bisa berangkat
ke denpasar.
“Sebenarnya bisa sih mas, tetapi harus charter mobil atau
naik taxi tetapi ongkosnya bisa sampe 300 ribu karena sudah jam segini”
jawabnya sambil menatapku.
Aku benar benar gusar sekarang. Karena uang yang ada di
dompetku hanya sisa 125 ribu. Tidak mungkin aku bisa sewa mobil atau taxi.
Aku terhenyak, pikiranku benar benar sangat gusar.
“kenapa mas diam?” kembali dia bertanya padaku sambil seolah
olah mencoba menyelami arti keguasaranku.
“uangku tidak cukup pak, kalau harus sewa mobil atau taxi”
jawabku pelan.